Kamis, 15 April 2010

politik

Antara Figur dan Kinerja

100 hari yang lalu saat rakyat Indonesia “berpesta” dalam rangka pemilihan umum presiden Negara ini,yang terpikir di benak setiap orang saat itu beraneka ragam dari yang berharap agar calonnya terpilih menjadi presiden, sampai yang dengan acuhnya tidak peduli siapa yang akan menjadi pemimpin karena toh akhirnya akan sama saja dengan yang sudah-sudah.
Selintas dari jumlah pemilih dalam pemilihan umum saja telah terlihat bagaimana sebenarnya pandangan rakyat terhadap pemerintah. Kepercayaan dan rasa hormat terhadap keijakan yang dikeluarkan hanya menjadi nostalgia belaka,bahkan yang terjadi adalah kasak kusuk prbincangan aib pemerintah dari mulut ke mulut sehingga berpengaruh pada Pemilu yang akhirnya dianggap sebagai formalitas belaka untuk menarik hati rakyat. Sungguh sangat disayangkan betapa kepedulian itu semakin menurun akibat egoisme kelompok tertentu.
Ternyata tidak sekadar perhatian masyarakat terhadap pemilu yang berkurang, kualitas dari pemilu itu sendiri tidak setara dengan nilai dari pemilu sebelumnya bahkan cederung bertlak belakang, hal ini dapat dilihat dari hasil pesta yang digemar-gembrkan media masa selang beerapa waktu hingga pengumuman presiden terpilih. Pemilu pada periode ini dinilai terlalu tergesa-gesa untuk dilakukan sehingga mempengaruhi proses dari Pemilu itu sendiri, seperti pendistribusian peralatan untuk pencontrengan yang salah tujuan dan tidak tepat waktu, pendataan yang bermasalah sehingga ada yang terdaftar dua kali bahkan ada yang tidak terdaftar sama sekali dalam DPT.
Permasalahan-permasalan yang dianggap akan selesai dengan berakhirnya Pemilu ternyata tidak sampaidisitu saja, hasil Pemilu yang berbeda dari tiap lembaga penghitungan suara menjadi pemicu penerimaan terhadap hasil akhirnya, yaitu terpilih kembali Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI periode 2009-2014. Rakyat dan lembaga kemasyarakatan serta media masa yang turut mengawasi jalannya perhitungan suara menjadi saksi betapa tidak beresnya Pemilu di periode ini. Dalam satu nama pemilih bisa terdapat beberapa nama yang sama dengan daerah pemilihan yang kadang tidak sesuai, dan ada juga yang ternyata tidak ada orangnya. Wajar bila suara 60% lebih yang didapatkan oleh calon yang diusung Partai democrat ini diragukan kevalidan datanya karena dicurigai adanya kecurangan dalam pengumpulan suara tersebut.
Seiring berjalannya waktu, telah 100 hari pemerintahan dijalankan oleh SBY, meskipun itu sebenarnya dikurangi dengan 5 tahun pemerintahan sebelumnya. Banyak polemik yang datang tidak dari rakyat saja, bahkan dalam satu koalisi saja masih ada rasa kurang percaya walaupun tidak diungkapkan secara tidak langsung. Hal ini bermula dari kasus Century yang coba diselesaikan dengan dibentuknya pansus yang terdiri dari perwakilan partai. Kesimpulan yang tidak bulat dari pansus justru membingungkan masyarakat terhadap hasil akhirnya. Pada akhirnya , SBY menyatakan kekecewaan terhadap partai tersebut dan bahkan anggota pansus dari partai democrat, Ruhut Sitompul menyatakan bahwa Demokrat tidak akan rugi kalaupun kedua partai itu keluar dari koalisi.
Belum selesai masalah internal, masalah eksternal pun akhirnya berdatangan. Aksi masa yang terdiri dari mahasiswa dan perimpunan masyarakat yang mengatasnamakan rakyat berkumpul di Ibukota Negara untuk menyampaikan aspirasi mereka dan menuntut tindak lanjut dari SBY terhadap kasuss Century. Bahkan diangkat pula isu pemakzulan presiden. Menurut hemat saya, Negara kita adalah Negara demokrasi dimana setiap orang berhak untuk menyatakan pendapatnya masing-masing, tetapi seharusnya tetap ada landasan yang mendasari kritik yang diberikan kepada pemerintah. Masyarakat seharusnya memahami terlebih dahulu selukbeluk pemakzulan atau impeachment tersebut sehingga isu-isu yang dilontarkan tidak sekadar melampiaskan emosi belaka namun berdasar pada kepahaman. Di satu sisi isu pemakzulan tidak masalah disampaikan dengan mengatasnamakan rakyat dengan hanya sekadar kata-kata turunkan presiden..namun secara legal hal itu tidak dapat diartikan sebagai bentuk kepastian bahwa presiden harus diturunkan karena usulan impeachment tidak sekadar berasal dari suararakyat, namun ada proses khusus untuk dapat memberhentikan presiden. Presiden dapat diberhentikan atas usulan DPR yang kemudian diproses untuk dapat disampaikan kepada MPR dan diteruskan kepada MK, hal itu terjadi setelah terbukti bahwa presiden tersebut bersalah(melanggar haluan Negara dan Undang-Undang ) .
Setelah mengalami masa pemerintahan SBY yang lebih dari 5 tahun, masyararakat trentu sudah dapat melihat apakah sebenarnya SBY hanya sekadar pemimpin dengan popularitas figure belaka atau benar-benar dipilih karena kinerja yang dinilai sangat baik. Kinerja berarti tidak hanya melihat pada sosok kepemimpinan beliau saja, namun juga kualitas dari orang-orang yang telah diamanahkan untuk dapat menempati posisi atas nama rakyat. Hal inilah yang sekarang masih diragukan, karena Indonesia tidak hanya butuh pemimpin yang berkualitas tetapi juga orang-orang yang baik secara teknis maupun konsep berkomitmen untuk kemajuan bangsa ini, tak sekadar menghabiskan uang rakyat untuk memenuhi kebutuhan pribadi saja.
Persoalan banyaknya yang memilih SBY sebagai presiden tidak bias dijadikan rujukan bahwa rakyat Indonesia telah mendukung sepenuhnya beliau untuk mempimpin bangsa ini. Betapa banyaknya oknum yang menyebut dirinya democrat ternyata tidak menunjukkan jati diri bangsa yang luhur. Sungguh, kalaupun bias dikatakan bahwa kepemimpinan yang baik belum dapat dinilai dari personal saja, namun juga dari tim yang dipimpin.
Figur menjadi salah satu penarik hati masyarakat, toh kalaupun tidak mengetahui bagaimana sebenarnya parpol yang mengusung figure tersebuty masyarakat tetap akan memilih yang lebih terlihat intelek dan berpengalaman dibandingkan dengan yang biasa saja, namun tetap itu adalah opini sebagian masyarakat. Karena figure dan kinerja seharusnya dijadikan satu kesatuan, bukan sekadar tumbal. Maka, SBY sebagai wakil dari democrat harus bias merasakan kehendak dari masyarakat, tanpa egoisme semata, hal ini berdasarkan fungsi seorang presiden yaitu sebagai mandataris rakyat .
Indonesia sebagai Negara hukum mempunyai aturan-aturan sendiri dalam pelaksanaan pemerintahaannya. Olej karena itu, patut disayangkan bila semua yang telah diatur dalam Undang-Undang tidak dijadikan rujukan. Walaupun memang yang salah bukan undang-undangnya, tetapi orang-orang yang berada di dalamnya sehingga undang-undang terkadang diabaikan,belum lagi dengan ketidakpahaman rakyat yang berujung pada sikap main hakim sendiri.
Pemilihan umum sebagai sarana untuk memilih wakil rakyat seharusnya tidak menjadi ajang pelampiasan perebutan kekuasaan belaka, ya, patutlah para petinggi di parpol yang akan ikut dalam Pemilu melihat terlebih dahulu apa yang dibutuhkan rakyat sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945 bahwa pemerintahan adalah utnuk kesejahteraan rakyat.
Dengan pemertintahan sekarang yang masih tinggal kurang lebih 4 tahun lagi, hendaknya rakyat tidak terpancing oleh provkator yang hanya ingin memcah belah bangsa ini, karena pemerintahan yang masih 100 hari ini sebenarnya hanya sebagai awalan dan bukan representasi dari pengelolaan pemerintah yang berusia 5 rahu. Walapun ada sebagian pengamat yang bersikukuh bahwa 100 hari harusnya menjadi awaln yang baik, bila tidak maka dapat dipastikan kebelakangnya tidak akan lebih baik.
Sebagai seorang calon ahli hukum saya menilai kinerja penmerintah tidak dapat dinilai dari satu sisi kekuranganya saja, namun seharusnya kita punya patokan atau standar penilaian untuk keberhasilan sebuah pemerintahan, tidak sekadar subjektif belaka. Dari pihak pemerintah sendiri juga tidak boleh menutup mata untuk semua kritikan yang disampaikan baik daripihak oposisi mapuun oleh rakyat karena hal itu sebgai salah stu controlling dalam sebuah pemerintahan apalagi kita sebagai Negara yang menjalankan system multi partai .
Figure dan kinerja memang tidak dapat disatukan, namun keduanya dapat digandengkan sehingga tidak berat sebelah dalam permasalahan pemerintahan. Sebagaimana yang disampaikan dalam mediamasa, bahwa Presiden SBY hanya punya popularitas emata tanpa disertai dengan dukungan dari kinerja bawahanya yang baik. Namun, democrat harus selalu siaga untuk tidak terlalu ambisi dalam mecoba mempertahankan pemerintahan yang telah diraih sat ini, Karen meskipun tidak ada hal-hal yang membuat SBY dapat diberhentikan, namun sewaktu-waktu bila memang SBY tidak mampu lagi memegang tampuk kepimpinan ini maka bersiaplaj untuk menyatakan kalah terhadap rakyat. Rakyat lah yang semestinya mampu menilai seperti apa yang mereka inginkan walaupun toh akhirnya rakyat terkadang tidak dapat menilai sevara hukum, namun secara sosiolgos rakyat mampu merasakan bagaimana kepemimpiann SBY periode ini. Maka, figure dan kinerja harus dapat digandengkan tidak mesti dipisahkan sehingga mutlak kemenangan untuk memimpin bangsa ini ada di tangan orang-orang yang benar-benar mampu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar