Minggu, 20 Februari 2011

Srikandi Berhati Bidadari

“Ikhlas ya ukhtiy, kalau boleh ana mengajukan syarat, jika kita menikah nanti anti cukup berada di rumah dan mengurusi urusan rumah tangga, anti tidak perlu capek-capek mencari nafkah karena Insya Allah sudah cukup dengan rezki yang Allah berikan kepada ana ”

Sebuah pernyataan sekaligus pertanyaan yang mungkin saya, kamu dan kita semua anggap remeh. Ya, pernyataan yang menjadi pamungkas bagi para ikhwan yang ingin mendapatkan seorang istri sekaligus ibu yang sholihah dan selalu berada di rumah.

Tidak ada yang salah dalam pernyataan itu dan memang sudah menjadi fitrahnya bagi seorang ikhwan akan lebih memilih seorang wanita yang mampu mendidik anak secara keseluruhan dan memanage keluarga dengan sebaik-baiknya, urusan dapur biar bapak yang selesein.

Dan ini juga bukan masalah penyetaraan gender, dimana saya akan berupaya agar seorang wanita juga diberi hak untuk keluar rumah dan melakukan pekerjaan yang sama dengan laki-laki. Tidak, sama sekali tidak.

Menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya adalah dambaan seorang perempuan. Yah, saya sebenarnya lebih cenderung untuk membahasakan wanita dengan perempuan.

Perempuan menjadi tonggak utama dalam membentuk akhlak yang baik bagi generasi-generasi Islam berikutnya. Dan perempuan dibutuhkan untuk memahami seutuhnya peran tersebut.

Namun, mari kita lihat di sisi lain dimana perempuan yang kita harapkan telah mempunyai wawasan yang luas baik dari sisi agama maupun kemampuan keilmuannya ternyata tidak dimiliki oleh semua perempuan, khususnya muslimah. Seorang muslimah mempunyai peran ganda dimana ia menjadi bidadari di rumahtangganya sekaligus srikandi bagi kaumnya, yaitu perempuan.

Terdapat 5,3 juta perempuan Indonesia buta aksara yang dengan ketidakmampuan membaca dan menulis ini membuat perempuan sulit mendapatkan hak-hak pelayanan publiknya.

Sungguh miris jika melihat kondisi perempuan Indonesia yang sering kita sebut sebagai tiang negara ternyata banyak yang buta aksara. Padahal merekalah nanti yang akan bermain peran dalam keluarga yang merupakan “batu bata” dari istana Islam yang megah. Nah, disinilah saya melihat peran srikandi bagi kaum perempuan itu sendiri.

Dimana perempuan juga harus bisa mendidik kaumnya sehingga menjadi setidaknya tidak buta akan pendidikan terutama dalam baca tulis yang peran ini tidak akan bisa diserahkan kepada laki-laki karena metode pengajaran seorang perempuan terhadap perempuan akan lebih efektif dibandingkan dengan laki-laki.

Nah, ini hanya contoh kecil dari masih banyak kasus yang menimpa kaum perempuan dan hanya bisa diselesaikan oleh perempuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa Islam juga butuh seorang muslimah yang mampu berperan ganda tersebut untuk memberdayakan kaum perempuan itu sendiri yang kebanyakan lebih bersifat tatap muka sehingga sangat mustahil seorang perempuan yang berpotensi dalam berdakwah kepada kaumnya hanya bermain di belakang layar, namun ia harus turun ke lapangan sebagai bentuk empatinya terhadap kaum perempuan dan terutama tentu yang lebih mulia adalah demi Islam yang lebih indah.

Untuk itu dibutuhkan seorang laki-laki muslim yang memahami peran ganda seorang perempuan jika kelak ia mempunyai istri.
Wallahu’alam bishshowab

Ryan Muthiara Wasti (ryan_muthiara@yahoo.com)
Fakultas Hukum 2008

Kamis, 17 Februari 2011


Masihkah Mau Menjadi diriku??

“saat yang ditunggu-tunggu akan datang..sebentar lagi akan kita dengarkan hasil keputusan dari dewan juri pemilihan mahasiswa berprestasi fakultas X 2010”
“juara 3….fulan angkatan 2006”
“saya hanya akan membacakan juara 1, maka sisanya adalah juara 2….. dan juara 1 adalah fulan angkatan 2006” tepuk tangan meriah dan sorak-sorai yang membahana seolah memecah lobi fakultas yang terkenal dengan hedonnya.

**

Kebanggaan …kata yang mampu mengubah seorang mahasiswa yang malas menjadi rajin..kata yang mampu mengubah seorang pendiam menjadi aktif berbicara di forum, namun juga kata yang mampu mengikis sebuah rasa tulus yang telah tersimpan jauh di lubuk hati.

Pada umumnya manusia menganggap bahwa kebanggaan dapat tercapai hanya jika manusia telah mendapat apa yang dicita-citakan. Dan biasanya bagi mahasiswa, yang menjadi standar sebuah kebanggaan adalah dengan menjadi mahasiswa berprestasi. Salah satu contohnya adalah yang baru saja terjadi di salah satu universitas yang dikatakan menyandang nama Indonesia. Dengan baliho Mapres(Mahasiswa Berprestasi) disana- sini, dan foto serta profil calon Mapres itu setidaknya telah menggambarkan seberapa pentingnya agenda tersebut.

Dibalik riuhnya, ada seorang mahasiswi yang terlihat sedikit murung, bukan karena tidak makan, lagi banyak tugas atau lagi banyak agenda dakwah. Namun, pemilihan Mapres ini seperti menohok batinnya, dan menuding ketidakandilan dia dalam akademis. Yah,mahasiswi ini(sebut saja M) adalah mahasiswi yang IPKnya walau masih diatas 3 koma namun tidak terlalu”dianggap” dalam masalah akademis. Ia sedih karena ada sebuah rasa yang hadir jauh di lubuk hatinya. Bahkan terlihat ia menahan isak,namun ia tidak menjauh dari kerumunan pemilihan itu.

Hhh…kadang, perspektif terhadap sebuah prestasi terbatas hanya pada apa yang sering digaungkan bahkan dilebih-lebihkan oleh masyarakat. Bahkan, terkesan jika seorang mahasiswa tidak memiliki IPK yang bagus, maka dianggap tidak cerdas,dan tidak patut dibanggakan. Padahal, setiap manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing,maka sebenarnya tidak ada standar untuk mengatakan seseorang hebat hanya karena dia menjadi mahasiswa yang berprestasi. Bukan…bukan itu.. kehebatan seseorang justru adalah ketika dia mampu memetamorfosis pupa potensi yang semula bersemedi dalam kukungan menjadi kupu-kupu kejayaan bersayap indah. Potensi yang dimilikinya mampu mengubah dia menjadi pribadi yang bisa menonjol dibandingkan yang lain bukan hanya karena IP yang bagus atau iming-iming murahan duniawi semata namun keyakinan dan ketulusan tuk menerima sepenuh hati semua karunia yang masih tersembunyi dalam diri.

Pupa tak berbentuk itu mulai bergerak….tak usah bergeming..
Tetaplah di tempatmu….
Biarkan ia menggeliat dan mengeluarkan tenaganya tuk melihat
Dunia yang lebih luas…
Ya…Ia akan bermetamorfosis…
Biarkan ia tertatih tuk jalani perjuangan yang berat…
Karena sebentar lagi…
Ia akan mengembangkan sayapnya tuk harungi samudra…
Maka…jangan bergerak…
Tatap saja teman…
Lihatlah….perlahan namun pasti ia pun keluar…
Makhluk berbeda muncul setelah keringatnya menganak sungai…
Berbeda….berbeda sekali…
Karena sekarang ia tampak begitu indah….
Karena setiap pupa punya potensi tuk jadi indah..
Hanya pupa yang aktif dan terus berikhtiar yang kan menjadi luar biasa…
Kupu-kupu indah itu kini telah hadir…
Maka saksikanlah betapa dahulu ia tidak begitu berharga
Namun setelah perjalanan yang panjang dan bergelombang….
Ia kini begitu mempesona….

Sekilas mari kita bernostalgia dengan sosok-sosok tangguh pada masa 14 abad silam. Abu Bakar dan Utsman bin Affan biasa menginfakkan total hartanya, karena mereka yakin pada kemampuan daya cipta sarana materi mereka. Umar bin Khattab dan Abdurrahman bin Auf selalu menyedekahkan 50% hartanya untuk ummat. Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid; keduanya adalah petarung sejati, pemimpin sejati dan juga pebisnis sejati. Berkata Umar: "Tak ada pekerjaan yang paling aku senangi setelah perang di jalan Allah, selain dari bisnis”. Asma binti Abu Bakar walaupun seorang wanita namun ia punya cara untuk tetap memperoleh kemuliaan dengan mendapat gelar zatunniqatain(wanita bersabuk 2). Perbedaan kelebihan itu tidak menjadikan mereka sombong dan berbangga diri, namun justru menambah keimanan dan memperkuat ikatan hati di antara mereka. Sebuah kebanggaan memang selalu terpatri di hati mereka, kebanggaan yang bukan untuk meninggikan diri mereka sendiri, namun sesuatu yang lebih tinggi yaitu kebanggaan terhadap Islam.

Pada kenyataannya memang sulit untuk tidak membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Kelebihan yang ada pada orang lain sering dijadikan bahan melemahkan diri seolah diri sendiri tidak berharga dibanding yang lain. Pernahkah mendengar kisah seorang yang buta dari kecil, tak pernah melihat dunia ini namun mampu membuat lukisan yang luar biasa indahnya seolah ia pernah menikmati keindahan dunia. Ada pula seorang cacat kaki namun mampu memenangkan kejuaraan lompat tinggi, Ada Bilal yang berkulit hitam namun dengan keteguhan hatinya mampu mengangkat dia menjadi seorang yang mulia. Dan masih banyak contoh lain yang terkadang luput dari pikiran kita akibat terlalu banyak melihat ke atas. Teman, jangan lihat ke atas jika tak ingin kelilipan, namun lihatlah kebawah agar kita bisa melihat seberapa panjang bayangan kita.

Yah..kita punya potensi masing-masing yang berbeda dan semua itu menunjukkan betapa Allah ingin kita saling membantu satu sama lain,menghilangkan keegoisan pribadi dan mengenakan baju ketulusan dalam menerima takdir Nya bahwa setiap kita diciptakan berbeda agar dapat saling mengenal dan melengkapi kekurangan saudaranya. Bisa dibayangkan jika semua manusia diciptakan dengan potensi yang sama, maka dunia tak kan seindah ini. Tak ada yang berpotensi di bidang pertanian,tak ada makanan, tak ada yang berpotensi di bidang hukum, tak kan tegak hukum yang sesuai dengan Islam, tak ada guru tak kan ada yang menjadi murid dan tak kan dan ada bangku pendidikan. Subhanallah, perencanaan Allah memang lebih luar biasa dibandingkan manusia. Maka, selalu dan selalulah perbarui syukur ini, dirimu,aku dan kita semua bisa menjadi mulia, tentu bukan dari perjalanan di atas karpet merah,namun di genangan lumpur dan jauhnya pendakian yang kita lalui. Maka, di ujung perjalanan nanti tak perlu lagi kita bertanya pada diri sendiri, Masihkah mau menjadi diriku?? Karena keteguhan hati akan menjawab: inilah diriku…

Wallahu’alam bishshowwab